Jumat, 20 Februari 2009

MENGAPA BANYAK PROFESOR DOKTOR TAK BISA MEMAJUKAN BANGSA INDONESIA?

MENGAPA RATUSAN PROFESOR DOKTOR DAN RIBUAN SARJANA TAK BISA MEMAJUKAN BANGSA INDONESIA?
Ini sungguh suatu pertanyaan yang enak untuk dijawab, apabila anda sudah membaca dengan teliti blog saya tentang kemampuan manusia, sesuai hasil penelitian laboratorium di sebuah Universitas di Amerika, bahwa kalau seorang manusia bisa atau telah menggunakan 50 % saja dari kemampuan otaknya, maka manusia itu akan bisa mendapatkan 12 titel kesarjanaan, bisa berbicara 40 bahasa dan hafal 1 set enskilopedi lembar demi lembar.
Tetapi dalam kenyataan di Indonesia saat ini, seorang sarjana hanya menguasai satu disiplin ilmu saja, misalnya ahli agama Islam, ia bisa mendapatkan S1 dengan gelar SAG, dapatkan S2 dengan gelar MA dan gelar S3 dengan gelar Doktor dalam bidang agama. Sedang dalam bidang sejarah dikuasai oleh ahli lain, dalam bidang hukum nasional dikuasai oleh ahli lain. Dan lebih parahnya kalau masing-masing ahli tadi tidak suka membaca bidang lain. Contohnya ahli agama Islam dalam bidang sastra Islam, ia tidak suka membaca ensiklopedi umum tentang sejarah, ia tak pernah membaca buku-buku tentang hukum nasional dsbnya, sehingga akhirnya profesor doktor dalam bidang agama tadi, apabila diminta untuk membuat satu kebijakan tentang perundang-undangan yang dipakai oleh bangsa Indonesia, ia disadari atau tanpa disadarinya bisa membuat kesalahan yang sangat besar. Karena profesor doktor tadi walaupun ahli dalam bidang agama, tapi sangat bodoh dalam bidang-bidang lainnya.

ITULAH SEBABNYA MAKA PARA PROFESOR DOKTOR YANG JUMLAHYA RATUSAN BAHKAN WALAUPUN MISALNYA RIBUAN TETAP TAK BISA MENGELUARKAN BANGSA INDONESIA DARI KESULITAN YANG SEKARANG.

LANTAS BAGAIMANA JALAN KELUARNYA?
Jalan keluarnya para profesor doktor itu kalau dimintai untuk memutuskan sesuatu harus tidak berpikir dari segi disiplin ilmunya saja, ia harus mau bersabar dan merendahkan diri membuka buku-buku dari bidang hukum umum, buku-buku ekonomi, ensiklopedi dst. baru mengambil keputusan. Dan ia harus membiasakan diri banyak membaca ilmu-ilmu lain sebagai seorang ilmuwan, tidak hanya berkutat dalam disiplin ilmunya saja sesuai dengan gelarnya Profesor dan doktor dalam bidang agama Islam bidang tertentu.

Jangankan membawa bangsa Indonesia keluar dari keadaan sulit yang multi kompleks seperti sekarang ini, untuk mengatur pasal-pasal dalam bidang hak asasi anak, dan ibadah perkawinan Poligami Islam saja tak becus, apalagi mengatur negara! Untuk jelasnya saya berikan suatu contoh:

PELANGGARAN HAK ASASI TERHADAP PENGANUT AGAMA TERTENTU DAN PELANGGARAN HAK ASASI TERHADAP ANAK-ANAK, "TIDAK BISA DIDETEKSI" OLEH PARA PROFESOR DOKTOR AHLI AGAMA DAN PEJABAT TERKAIT HAM, PROFESOR DOKTOR KOMISI III DPR-RI YANG MEWAKILI DPR-RI DALAM SIDANG DI MK DALAM UJI MATERI UU PERKAWINAN NASIONAL YANG PERNAH DI UJI MATERI DI MK DALAM TAHUN 2007 YANG LALU, DAN PROFESOR DOKTOR HAKIM MK TIDAK BISA MELIHAT JALAN UNTUK MEMPERBAIKINYA, APALAGI MENGELUARKAN BANGSA INDONESIA DARI KESULITAN.

Dalam UUDRI Tahun 1945 jelas bisa anda baca hak-hak untuk menjalankan segala bentuk ibadah kalau dikaitkan dengan masalah ibadah, dan dalam UUD tersebut juga dapat ditemui hak-hak anak untuk mendapatkan pendidikan, hak untuk mendapatkan pekerjaan serta juga hak untuk menjalankan ibadah Umroh dan ibadah Haji untuk anak Indonesia yang beragama Islam.

Tetapi sadarkan kita semua bahwa ada beberapa pasal dalam UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang "membatasi/mempersulit terjadinya ibadah perkawinan poligami?" Yang mana kalau ada umat Islam yang secara sah di dalam agama boleh berpoligami dan akhirnya menikah tetapi karena "dianggap oleh sementara pihak terkait tidak sesuai dengan beberapa pasal dalam UU perkawinan tersebut, akhirnya Pemerintah tidak memberikan buku nikah, dan ketika pasangan poligami mempunyai anak, pemerintah tidak mengeluarkan akte kelahiran dst?

APA AKIBATNYA PADA ANAK-ANAK KELUARGA ISLAM YANG TIDAK BERSALAH ITU? DIKAITKAN DENGAN HAK UNTUK MENDAPATKAN PENDIDIKAN, HAK MENDAPATKAN WARISAN, HAK MENDAPATKAN PEKERJAAN YANG LAYAK SERTA HAK UNTUK MELAKUKAN IBADAH HAJI?
Karena tidak diberi akte kelahiran, maka SD negeri manapun tidak akan dapat menerima anak tersebut untuk menduduki bangku sekolah (Dirugikan dalam pendidikan), ketika sudah dewasa dan akan melamar pekerjaan, juga tidak bisa mendapatkannya, karena syarat untuk lamaran kerja apalagi ke departemen-departemen sangat lengkap seperti akte kelahiran, ijazah dll. Dan karena tak ada akte kelahiran, pada masa sekarang ini kalau akan mengurus paspor tidak akan bisa, karena syarat akte-kelahiran itu juga mutlak, padahal anak ini akan melaksanakan ibadah Umroh dan ibadah Haji, ini jelas pelanggaran terhadap hak asasi dan hak kebebasan beragama seorang anak!

TETAPI PARA PROFESOR DOKTOR TIDAK BISA MEMAHAMI HAL INI KETIKA MASALAH INI DIUJI DI MAHKAMAH KOSNTITUSI.

Ketika pada tahun 2007 seorang pengusaha dari Bintaro Jaya Jakarta, yang juga seorang Sarjana Hukum, yang juga mendalami agama Islam, dan banyak membaca ensiklopedi,
yang berpoligami secara sah, sesuai agamanya Islam, tetapi tidak sesuai dengan ketentuan dalam UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang dianggapnya bertentangan dengan UUDRI Tahun 1945, maka anak pengusaha tadi tidak mendapatkan akte kelahiran dan sulit diterima di SD negeri.

Karena sebagai warga negara merasa telah dirugikan oleh adanya beberapa pasal dalam UU No 1 Tahun 1974 yang mengurangi kebebasan beribadah, maka ia mengajukan Permohonan Uji Materi kepada Mahkamah Konstitusi terkait adanya 6 pasal yang "mempersulit hingga 99%" sehingga menghambat setiap muslim yang akan mengadakan pernikahan poligami. Karena menurut agama pernikahan adalah salah satu bentuk ibadah, dan dalam Al-Quran dan hadis memang dinyatakan boleh, maka ketika pengusaha Bintaro Jaya tadi tidak memperoleh izin baik dari istri pertama maupun dri Pengadilan Agama, padahal ketentuan izin istri dan izin PA tidak ada di dalam Al-Quran dan Hadis, dan ia tidak diberi buku nikah, bahwa anaknya karena tidak mendapat akte-kelahiran, sulit mendaftar ke SD, maka ia minta pasal-pasal yang menghambat ibadah poligami agar dinyatakan tidak berlaku.

Dan di dalam proses pemeriksaan dalam sidang sangat kentara, beberapa profesor doktor yang ada di dalam persidangan sangat minim ilmu pengetahuan seperti yang diungkapkan oleh UCLA di Amerika bahwa kebanyakan setiap orang hanya memakai kemampuan otaknya sebanyak sekitar 5 hingga 10% saja, hingga banyak tindakannya yang dimaksudkan untuk "menolong" tetapi sering sangat merugikan banyak warganegara.

CONTOH MINIM DAN TERBATASNYA ILMU ATAU PENGETAHUAN PARA PROFESOR DOKTOR.
Bahwa yang diuji ialah adanya beberapa pasal dalam UU perkawinan Indonesia yang merugikan warga negara karena bertentangan dengan Beberapa Pasal dalam UUDRI Tahun 1945.
Ketika dalam permohonannya Pemohon uji materi menyatakan bahwa Pasal-pasal dalam UU No 1 Tahun 1974 yang menghambat ibadah poligami, agar dinyatakan tidak berlaku lagi maka ada sanggahan dan kesaksian para saksi ahli pemerintah yang ketiganya adalah profesor doktor dalam bidang agama.

Profesor doktor Nazarudin Umar, Dirjen Bimas Islam, mewakili Pemerintah dalam hal ini mewakili menteri agama, menyatakan bahwa beliau sudah banyak melakukan studi yang mendalam di Timur Tengah dan selama belajar di beberapa negara Arab ia mengetahui banyak negara Arab yang membuat aturan pencegahan poligami yang lebih berat dari Indonesia.

Dalam upayanya mewakili Presiden RI, mewakili Menteri agama RI profesor doktor ini menyatakan yang garis besarnya ia menilai bahwa negara-negara Timur Tengah dianggapnya lebih hebat dalam bidang agama Islam dibandingkan dengan di Indonesia, dia memberi contoh bahwa UU perkawinan nasional Indonesia yang sedang di uji beberapa pasalnya yang digugat sebagai telah melanggar kebebasan beragama, melanggar kebebasan beribadah berupa pernikahan poligami yang sah, olehnya dikatakan belum seberapa keras dibandingkan dengan UU perkawinan di Turki, yang 100% melarang segala bentuk poligami, lebih ringan dibandingkan negara Mesir, negara Maroko, dstnya.

Kemudian Prof Doktor Quraish Shihab yang bertindak sebagai ahli mewakili kepentingan pemerintah RI (bukan mewakili kepentingan Tuhan, atau kepentingan untuk menolong agama Tuhan), juga pada prinsipnya menyatakan bahwa negara-negara Timur Tengah juga melarang lebih keras dari pada pemerintah Indonesia.

Pada prinsipnya para pofesor doktor dalam satu disiplin ilmu ini yaitu hanya tentang agama Islam, mencoba meyakinkan pemohon pengujian UU Perkawinan pasal-pasal aquo, bahwa karena banyak negara Timur Tengah juga melarang dengan keras poligami Islam, maka sudah benar adanyalah kalau UU Perkawinan RI yang mempersulit poligami tidak perlu direvisi.

Padahal jelas-jelas sudah ada seorang seorang warga negara yang sedang duduk dan berdiri di dalam sidang Mahkamah Konstitusi pada waktu itu yang merasa dirugikan, karena beberapa pasal UU perkawinan RI melanggar konstitusi.

DIMANAKAH KELEMAHAN PARA PROFESOR DOKTOR YANG TIDAK MAMPU MENILAI BENAR DAN TIDAK BENARNYA SUATU PASAL DALAM UU BERTENTANGAN DENGAN UUDRI 1945?

KELEMAHAN PARA PROFESOR DOKTOR TERSEBUT ADALAH SBB:

1. Mereka ternyata tidak mengusai pelajaran sejarah, yang bukan merupakan disiplin ilmu yang bukan bidang mereka.

2. Mereka ternyata tidak mengerti dengan baik apa itu KUHPidana, KUHPerdata dan sejarah perkembangannya yang berasal dari masa kejayaan Napoleon Bonaparte kaisar Perancis.

3. Mereka tidak menguasi dengan baik, ketentuan anak bisa diterima disekolah-sekolah, ketentuan diterima menjadi pegawai negeri, ketentuan pembuatan KTP. KK, ketentuan pembuatan paspor, isi UU tentang HAM, HAM anak, dst.

4. Ternyata para profesor doktor dalam bidang agama Islam tidak mengerti asal-usul hukum negara yang berlaku di negara-negara Timur Tengah yang mirip dengan Indonesia karena sama-sama bekas jajahan Eropa (Inggris,Perancis, Belanda) dan ada yang bekas jajahan Portugis.

5. Ternyata profesor doktor hakim MK juga mempunyai kelemahan yang sangat menyolok sesuai hasil peneitian UCLA tentang kemampuan otak manusia, mereka memang menguasai hukum nasional RI seperti KHHPidana dan sejarahnya KHUPerdata dan sejarahnya, tapi TERNYATA JUGA TAK MENGERTI tentang sejarah perkembangan hukum Islam di negara-negara Timur Tengah dan tidak menguasai dengan baik Quran dan Hadis walau KTP nya Islam dan pengurus Partai nasional berbasis Islam, karena arti Al-Quran dan Hadis tidak pernah diajarkan waktu mereka sekolah dahulu, oleh pemerintah, hanya belajar sendiri, itu kalau mau dan waktunya jelas tak teratur.

MENGAPA DEMIKIAN?

1. Dengan menganggap bahwa apa yang telah dilakukan oleh orang di negara Turki dan Mesir, Maroko, Tunisia dll dalam memaparkan pertimbangannya sebelum memvonis, bahwa mereka(para penguasa dibeberapa negara Timur Tengah) melarang poligami dan kemudian oleh para profesor doktor di Indonesia yang berperan dalam sidang MK ketika UU Perkawinan nasional RI diuji materinya, dan para profesor doktor Indonesia ini kondisi negara-negara Timur Tengah dalam bidang poligami, supaya malahan menjadikannya sebagai acuan untuk ditiru, dan dianggap oleh para profesor doktor ini baik dan benar, dan pantas sekali lagi menurut mereka pantas ditiru, jelas suatu kenyataan bahwa mereka (para profesor doktor Indonesia ini) tidak memahami sejarah pemerintahan di beberapa negara Timur Tengah dan apa yang sedang terjadi di negara-negara Timur Tengah itu.karena tak suka membaca ensi tentang sejarah pemerintahan-pemerintahan di Timteng.

Lain halnya kalau profesor doktor dalam bidang hukum tadi pada waktu kuliah dan menjadi seorang sarjana hukum umum di fakultas Hukum yang mempelajari sejarah dipakainya KUHperdata dan KUHPidana di Indonesia, para sarjana hukum ini tahu kalau KUHPidana itu asal mulanya dahulu dari code Penal yang disusun dimasa Napoleon Bonaparte berkuasa. Perancis.

Tapi sayangnya mereka ini tidak membaca ensiklopedi tentang Inggris dan beberapa negara Eropa lainnya yang menjajah beberapa negara Timur Tengah seperti Mesir, Maroko, Tunisia dan Turki. Dimana di negara-negara Arab, kecuali Saudi Arabia, Inggris dan Perancis pernah memerintah disana dan ketika negara-negara Timur Tengah itu mendapatkan kemerdekannya sebagai hadiah, penggunaan "KUHPIdana" dan "KUHPerdata" yang mirip Indonesia, yang bekas jajahan Belanda juga digunakan, jadi dari dulu memang negara-negara seperti Mesir, Tunisia, Turki setelah diambil alih Jendral Kemal Turki tidak menggunakan ajaran Islam sama sekali.

Disamping negara seperti Mesir, Tunisia , Turki sudah lama memang tidak menggunakan hukum Islam, bahkan keadaan merekapun lebih buruk dari di Indonesia, mengapa para profesor doktor Indonesia yang bersidang di MK itu menggunakan negara-negara itu sebagai acuan?

Dan para hakim anggota dan ketua MK semua yang juga banyak profesor doktor itu, semua menerima saja keterangan profesor doktor "ahli agama Islam" yang mewakili pemerintah, yang tak tahu sejarah pemerintahan negara-negara Arab dan juga tak suka membaca ensiklopedi, hingga akhirnya UU Perkawinan RI sampai sekarang ini masih dipertahankan oleh MK hingga merugikan umat Islam dan anak-anak mereka.

2. Mereka tidak tahu bahwa di dalam pelajaran sejarah, atau kalau para profesor doktor yang merasa ahli dalam agama Islam ini suka membaca ensiklopedi yang ada di dalam perpustakaan kampus mereka, dan suka bertanya pada para ahli dari Fakultas-fakultas hukum yang ada di Indonesia, mereka akan tahu bahwa:

a. Tadinya Turki (kita ambil negara ini dulu sebagai contoh) pemerintahannya dipegang oleh para Sultan yang mengamalkan syariah). Tetapi kemudian sejak lebih kurang tahun 1927 diambil alih oleh seorang jenderal yang bernama Kemal Ataturk, atau Kemal Pasha atau Kemal Jenderal. Yaitu seorang jendral didikan akademi militer barat, maka semua tulisan Arab di ganti dengan tulisan latin, adzan juga harus dengan bahasa Turki, dan poligami dilarang 100%. Ya itulah akibatnya kalau Kemal Pasha Presidennya yang pertama lulusan akademi militer Barat, yang tidak mengerti isi kitab suci Al-Quran karena seperti pemerintah RI, Pemerintah Turki juga tidak mengajarkan Al-Quran dan Hadis Shahih Bukhari Muslim pada anak-anak sekolah mereka.

b. Bahwa keadaan di Indonesia pun sama buruknya dengan mereka, karena hukum nasional yang berlaku berasal dari hukum nasional penjajah Belanda. Jadi tidak sepantasnya negara Timur Tengah yang buruk dipakai sebagai acuan.

baca selanjutnya dan silahkan klik: